05 Agustus 2011

Kewirausahaan Sosial, Mungkinkah ?

“Social enterprises are social mission driven organizations which apply market-based strategies to achieve a social purpose. The movement includes both non-profits that use business models to persue their mission and for profits whose primary purposes are social. Their aim – to accomplish targets that are social and or environmental as well as financial.” (Wikipedia.com)

Sabtu (23/7), dilangsungkan acara bedah buku “Social Enterprise ; Transformasi Dompet Dhuafa Menjadi World Class Organization” karya Ahmad Juwaini yang menjadi rangkaian acara Jogja Muslim Fair (20-26 Juli 2011) bertempat di halaman Gedung Wanitatama Yogyakarta. Dalam kesempatan tersebut hadir pembicara-pembicara yang ahli dibidangnya seperti, Dr. Lathiful Khuluq (Dosen UIN Suka Yogyakarta), Ahmad Paryanto (Direktur Dompet Dhuafa Jogja), Romy Heriyanto (LSM Rifka Annisa), Achmad Luthfie (KR Peduli) dan dimoderatori oleh saya sendiri, Edo Segara.

Wacana social enterprise, tergolong baru di Indonesia meski sudah didiskusikan 40 tahun lamanya dikalangan pekerja sosial. Banyak orang menganggap social enterprise merupakan gabungan bisnis dan sosial. Dr. Lathiful Khuluq menilai istilah tersebut keliru, ia mengatakan social enterprise lebih tepat dengan definisi kewirausahaan sosial. Social enterprise merupakan kerja-kerja sosial yang dikelola secara professional seperti bisnis oleh sebuah organiasasi dan keuntungannya digunakan lagi untuk pemberdayaan masyarakat, tambahnya. Lathiful mencontohkan sebuah bisnis di Bangladesh, Grameen Bank yang dicetuskan oleh Muhammad Yunus. Grameen Bank merupakan contoh nyata social enterprise, dimana konsep memodali masyarakat miskin tanpa collateral (jaminan) untuk menstimulus usaha-usaha mereka dan berhasil.

Ahmad Paryanto, yang menggantikan Ahmad Zuwaini karena berhalangan hadir, lebih banyak memaparkan kiprah Dompet Dhuafa yang sejauh ini cukup berhasil menjadi world class organization. DD berhasil menciptakan unit-unit lembaga lain seperti Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC), Sekolah Gratis Smart Ekselensia, Tebar Hewan Kurban (TKC), ratusan BMT, DD Travel, DD Water, Lembaga Pertanian Sehat dll. Di tahun 2010 sendiri, DD berhasil mengumpulkan dana ZIS sebesar 100 miliar, sungguh prestasi yang cukup membanggakan ungkapnya. Tapi kami tidak boleh jumawa, karena kepercayaan yang begitu besar dari masyarakat, maka kami harus mengelolanya agar lebih manfaat untuk umat, tambahnya.

Romy Heryanto yang memiliki spesialisasi pendampingan wirausaha di LSM Rifka Annisa menilai, bisnis yang melakukan kegiatan sosial dengan pekerjaan sosial yang dikelola seperti bisnis memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Bisnis yang diselipkan dengan kegiatan social, kita banyak mendengar dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). Sedangkan pekerjaan sosial yang dikelola secara bisnis professional, ini yang bisa dikatakan dengan sebutan social enterprise.

Achmad Luthfie, yang juga merupakan Wakil Pimpinan Redaksi SKH Kedaulatan Rakyat mengatakan keberhasilan DD tidak lepas dari peran Republika yang membidani Dompet Dhuafa melalui orang-orang seperti Parni Hadi, Haidar Bagir, Erie Sudewo dan S. Sinansari Ecip. Luthfie mengatakan, tidak banyak lembaga sosial seperti DD yang memiliki media. Dengan adanya media seperti Republika, DD bisa lebih mudah memberikan laporannya kepada masyarakat secara akuntabel. Karena lembaga sosial adalah lembaga yang dipercaya menyalurkan dana-dana kaum aghniya (mampu) ke masyarakat yang kurang mampu. Acara ini pun diakhiri dengan Tanya-jawab dan pembagian doorprizes 3 buku “Social Enterprise”. []


Sumber tulisan : http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2011/07/25/kewirausahaan-sosial-mungkinkah/

02 Agustus 2011

Testimoni Rikubotsu Erga Wigiant

"keren isi bukunya, tapi penasaran sama makna covernya..."

(testimoni untuk buku Social Enterprise)